Disudut warung kopi, ada kotak persegi berlayar cembung yang
nampilin gambar gerak. Hitam putih warnanya. Tapi walaupun kuno begitu, semua mata
dan perhatian pengunjung yang datang ngisi jam istirahat kerja terkait kesitu.
Rupanya ada berita politik tentang calon presiden. Berdebat para calon pemimpin
itu didalam kotak sempit. Berdebat pula mereka yang hadir di warung kopi itu.
Mereka punya jagoannya masing – masing.
Gue yang juga ada disitu jadi tertarik buat nonton adu
pidato mereka. Gue dengerin, gue perhatiin, gue simak semua – semua kata – kata
ajaib para calon ini. Tapi gak ada satu pun kata yang gue ngerti.Segala drone,
investasi, politik bebas aktif dan
tetekbengek lainnya. Lebih seru nonton para hadirin hadirot pengunjung warkop
ini berdebat tentang bagaimana debat yang sedang berjalan ini. Mereka semua berbahasa alien. Yang gue liat
mereka cuma saling membangga – banggakan diri mereka masing – masing. Lantas
gimana gue harus menilai mereka? Apa kelebihan mereka? Atas dasar apa gue bisa
nentuin pilihan?
Gue lepasin pandangan gue ke tv hitam putih itu. Lalu
mengambil beberapa langkah ingatan mundur ke masa gue masih SD. Waktu itu gue
dapet pelajaran Pendidikan Agama Islam pertama gue tentang sifat terpuji. Salah
satunya adalah amanah.
Pemimpin harus amanah. Yakbetul. Semua pemimpin harus wajib
punya sifat ini. Tau kan definisi amanah? Kata amanah menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan)
kepada orang lain. Jadi gini, contohnya, gue nitip uang ke temen gue si A buat
dikasihin ke temen gue si B. Tapi si A ini malah nyelewengin duit gue buat
kepentingan pribadinya. Misal jajanin cabe – cabeannya baso. Titipan gue gak
disampein. Kebayang dong ngeselinnya kaya gimana? Mau contoh yang lebih intelek
lagi? Ada pejabat, menang pemilu berkat rakyat yang memilih dia buat mimpin. Mereka
percayakan suara mereka kepada orang yang mereka anggap dapat dipercaya. Karena
mereka pikir dia ini orang baik. Lalu dia pun terpilih. Setelah prosedur
pengangkatan dijalankan, mulai dari sertijab sampe ke pengambilan sumpah di
atas kitab suci dilakuin, dia mulai bekerja. Tapi karena suatu hal, anggap
karena silau jabatan atau terlalu ambisius, Dia lupa atas janjinya kepada
rakyat. Dia lupa akan siapa dirinya,lupa akan semua komitmen yang ia buat.Dia
tinggalkan jabatan yang masih dia jabat utuk sesuatu. Dan yang paling fatal, dia lupa janjinya terhadap Tuhan yang
dia nyatakan di atas kitab suci. Terhadap Tuhan saja ia mampu untuk berbuat
seperti itu apalagi terhadap manusia?
Ah, ada kata yang mewakili dari contoh diatas. Munafik. Gue
teringat kata kata guru agama SD, khotib shalat jumat, ustadz yang ceramah di
televisi, temen sebangku gue mengenai ciri – ciri orang yang munafik. Bila
berkata, berbohong. Bila berjanji, diingkari. Bila di beri amanat, berkhianat. Ini
tiga kriteria yang selalu gue hafal.Munafik itu sifat tercela. Harus dihindari
oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. Harus dihindari oleh pemuda maupun tua
renta. Lelaki maupun perempuan. Tua maupun kaya. Direktur maupun kacung
sekalipun. Pemegang jabatan atau hanya sekedar tukang sapu jalanan. Pemimpin
maupun yang dipimpin. Gak ada yang mau jadi munafik. Gak ada yang mau punya
temen munafik. Gak ada yang mau punya pacar munafik. Dan gak ada yang mau punya
pemimpin yang munafik.
Gue gak perlu ngerti pemaparan program buat menilai. Kalo
emang bisa pake agama, kenapa gak dipake?